Friday, December 21, 2007

Urgensi Museum Budaya Pariaman, Keunikan Minangkabau Pesisir

Oi di Piaman tadanga langang

Alah batabuik mangko ka rami

Saat ini hampir tidak terdengar kabar apapun dari kota Pariaman, kota kecil di Pesisir Barat Sumatera Barat. Kota ini juga hanya jadi lokasi persinggahan sementara atau kota hanya lewat. Hampir tidak ada hal khusus yang bisa didapatkan di kota ini.

Kondisi ini tentu jauh berbeda pada masa Abad ke 15 dan 16, sebelum Belanda mencengkramkan kuku di Indonesia dan mendirikan Bandar Padang di Kota Padang saat ini.

Pada saat itu, Pariaman bisa dikatakan sebagai metropolisnya pantai Barat Sumatera. Kota ini merupakan Bandar perdagangan tersibuk di Pantao Barat Sumatera. Kota ini merupakan pertemuan antara saudagar-saudagar Aceh, Arab, Gujarat, Parsi dan Turki dengan Petani-petani dari Minangkabau dari daerah darek.

Pariaman adalah pintu gerbang memasuki alam Minangkabau yang pada waktiu berpusat di Pagaruyung, Tanah Datar. Kota ini juga menjadi simbol pembauran antar berbagai etnis dan pusat penyebaran Islam di Sumatera Brat pada fase pertama.

Akibat pembauran tersebut, Pariaman menjadi kaya akan khasanah budaya dan tradisi yang unik dan tidak dijumpai ditempat lain di Sumatera Barat. Sebut saja makanan, tarian, rumah adapt, bahkan sistem pemberian gelar yang berbeda dengan sistem di daerah Minangkabau lainnya.

Kesenian Tabuik yang menjadi ikon Pariaman juga menguatkan betapa daerah ini sangat permisif terhadap masuknya berbagai kebudayaan baru dan juga ramah terhadap pendatang, meski tidak menlunturkan identitas dan local genius dari masyarakat Minangkabau Pariaman yang disebut juga Minangkabau Pasisia.

Kejayaan Pariaman sebagai kota Bandar perdagangan meredup seiring pembangunan Bandar Padang oleh Belanda pada awal abad ke 17. Laut yang dangkal menyebabkan kapal-kapal besar tidak bisa merapat ke Pariaman. Sehingga pada saudagar lebih memilih melabuhkan kapalnya di Pelabuhan Muaro di Kota Padang.

Kondisi ini terus meredup sampai saat ini. Kota Pariaman yang dulunya menjadi tempat perantauan, kini malah ditinggalkan oleh penduduknya yang merantu ke Padang dan kenegeri-negeri jauh di seantero Nusantara. Oleh karena itu masyarakat Piaman dikenal sebagai masyarakat perantau yang tanguh yang berhasil di berbagai tempat di Indonesia.

Akan tetapi apakah nasib Pariaman hanya sampai disitu, apakah tidak ada lagi yang bisa digali di Pariaman.

Sebenarnya Pariaman tidak hanya dikarunia kebudayaan yang beragam dan kaya saja, tapi juga dikarunia jejeran pantai-pantai berpasir putih ke abu-abuan yang membentang sepanjang dan sejauh mata memandang. Pemadangan laut yang biru semakin dipercantik dengan jejeran pula-pulau mungil nan cantik. Apakah kekayaan alam dan budaya ini tidak ukup untuk mengangkat pamor Pariaman lagi?

Beranjak dari kondisi tersebut, sudah saatnya Pariaman bergerak mengukuhkan identtas budayanya. Pariaman sudah saatnya memiliki sebuah museum atau pusat budaya yang dapat menginventarisir kebudayaan Pariaman. Museum ini juga bisa menajdi pusat informasi kebudayaan dan pariwisata Pariaman yang kahs dan unik.

Museum adalah gudang penyimoanan dan penjaga peradaban bangsa. Sangatlah disayangakn kebudayaan Pariaman yang kaya hilang tergerus zaman, karena ketiadaan Museum tersebut. Jangan sampai anak cucu keturunan Pariaman melihat Tabuik, mempelajari prosesi adat perkawinn Pariaman harus jauh-jauh ke Jakarta atau bahkan ke Malaysia karena di tanah leluhurnya sendiri sudah tidak ada lagi yang tersisa.

Bali, sebagai provinsi dan primadona pariwisata menyadai hal ini. Setiap kabupaten dan Kota di Bali memiliki museum kebudayan sebgai pusat informasi seni budaya dan pariwisata. Dan Museum ini menjadi daftar kunjungan wajib para wisatawan minat khusus yang datang ke daerah ini.

Memang tidak bijak juga membebankan semua tangungjawab ini ke pundak Pemerintah Daerah, perlu uluran tangan bersama pihak tekait untuk mewujudkan hal ini. Para perantau Pariaman yang suskses, putra-putri yang terdidik dan tak ketingalan potnsi masyarakat pariaman sendiri tentu dapat bahu membahu mewujudkan hal ini.

Beberapa paguyuban keluaga Pariaman, seperti Persatuan Keluarga Daerah Pariaman (PKDP) atau lains ebgaina dapat bersatu mewujudkanmimpi ini. Dan tentu saja pemerintah selaku regulator dan pemegang policy sangat berperan penting dalam men’drive’ mimpi ini. Sehingga masyarkat pariaman dapat kembali “Mambangkik Batang Tarandam”, mengulang masa keemasan kota ini yang dulunya sebagai bandar pertemuan saudagar seluruh dunia, kini menjadi bandar pertemuan wisatawan seluuh dunia. (Bot Sosani Piliang)



Marine Echo Tourism yang Berbasis Kerakyatan Demi Kelestarian Kawasan Mandeh



Dari sekian banyak potensi wisata di Sumatera Barat, kawasan Carocok Mandeh atau disebut juga kawasan Danau Air Asin menempati posisi istimewa mengingat keunikannya dan membedakannya dengan kawasan serupa di Sumatea atau Jawa.

Bagi para penggila wisata, Sumatra lebih dikenal dengan hutan tropis dan pegunungannya yang eksotik. Kecuali Mentawai dan Nias, hampir tidak ada wisatawan yang menempatkan Sumatera sebagai destinasi wisata pantai dan bahari.

Hal ini dikarenakan potensi pantai di Sumatera yang memang secara umum tidak sebagus pantai dan laut dio bagian timur Indonesia. Akan tetapi, kawasan wisata Carocok Mandeh telah menjawab itu semua. Jika anda berkunjung dan berselancar di situs-situs yang memuat foto-foto pulau eksotikm yang bertebaran di kawasan terseut, tidak ada yang percaya kalau pantai berpasi putih dan laut sejernih kristal itu berada di Pulau Sumatera, tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.

Secara geologis, kawasan Mandeh merupakan bekas kawah Gunung Api purba yang umurnya jauh lebih tua dari letusan Gunung Toba. Hasil proses alam ini menjadikan kawasan Mandeh ibarat danau yang terjebak di lautan.Sebuah laguna raksana yang dikelilingi pulau-pulau dengan bukit-bukit kecil. Hasilnya, perpaduan yag sangat cantik antara hijau dan lebatnya pepohonan khas hutan tropis Sumatra, pepohonan kelapa, pasir putih keemasan dan laut yang jernih sebening kristal. Laguna inipun kaya akan bergai flora dan fauna laut, terumbu karang nan elok dan kekayaan taman laut nan cantik. Betul-betul sebuah sisi lain dari Surga AlamMinangkabau yang elok.

Sejak pertengahan era 90an, beberapa resort sederhana dan mewah didirikan disana. Paling tidak, sampai saat ini Dua pulau, yakni Pulau Sikuai dan Pulau Cibadak sudah berdiri beberapa resort dan cottage yang namanya sudah melanglang buana dan menjadi buah bibir para penggila travel dan berbagai forum wisata petualang.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kemudian menjadikan kawasan Mandeh sebagai kawasan wisata terpadu yang diproyeksikan sebagai primadona wisata di bagian barat Indonesia.

Namun, dari beberapa tulisan para pelancong yang pernah menyingahi surga marina ranah minang ini, kawasan Mandeh sekarang tidak persis secantik yang pernah santer terdengar. Khususnya pesona bawah laut yang konon kabarnya cantik dan indah kini tak lebih dari onggokan terumubu karang yang mati. Meskipun masih banyak dijumpai ikan-ikan cantik berseliweran, namun warna-warni terumbu karnag yang pernah menghiasi kawasan mandeh sudah jarang dijumpai.

Secara awam, sangat mudah mencari siapa pelaku pengrusakan ini. Kekayaan lautan Mandeh yang tersohor dengan ikannya yang banyak membuat beberapa oknum serakah menggunakan bom untuk mendapat ikan sehingga menghancurkan terumbu karang yang ada. Kondisi ini diperparah dengan eksploitasi dan pengambilan terumbu karang untuk dijual di beberapa lokasi wisata di kota Padang, seperti di Pantai Air Manis dan Pantai Padang oleh masyarakat lokal.

Kondisi yang berlangsung cukup lama ini, akhirnya nyaris merenggut kecantikan salah satu potensi wisata Marina di Sumatera Barat. Apabila kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin nasib Taman Laut Kawasan Mandeh dan pulau-pulau eksotik disekitar nya tinggal sejarah. Perlu langkah-langkah dan tindakan nyata untuk menyelamatkan dan melestarikan kecantikan surga bahari ini.

Sebenarnya potensi wisata Kawasan Mandeh tidka hanya pada pantai-pantainya, tapi juga hutan tropis di sekitar perbukitan, hutan mangrove, terumbu karang dan tentu saja pulau-pulau eksotik yang bertebaran disekitar laguna Mandeh.

Masyarakat yang hanya menjadi penonton bisnis pariwisata di kawasan ini menyebabkan mereka mencoba mengais sisa-sisa rupiah yang mengalir dari bisnis pariwisata yanga ada, seperti menangkap ikan-ikan dalam jumlah besar, pengambilan terumbu karang dan pembabatan hutan mangrove dan hutan tropis basah disekitar kawasan ini.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Daerah Setempat (Padang dan Pesisi Selatan) dapat berbuat banyak. Diantara dengan menetapkan kawasan ini sebagai kawasan konservasi bahari,. Artinya, melarang aktivitas eksplorasi dalam jumlah besar di kawasan ini. Menjadi kawasan ini sebagai kawasan terlarang untuk penangkapan ikan dalam jumlah besar, mengajak dan mengedukasi masyarakat disekitar untuk tidak mengambil terumbu karang dan bersama-sama engan pemuka masyarakt setempat untuk menjag ahutan mangrove dan hutan tropis dikawasan tersebut.

Masyarakat sekitar harus diberdayakan dengan mengajak mereka ikut serta menjaga satu lagi anugrah kecantikan alam di Sumatera Barat ini.

Pengusaha resort di kawasna ini juga harus berpartisipasi dalam menjaga alam Carocok Mandeh. Mereka harus jug aberparisipasi meningkatkan taraf perekonomian masayrakat sektiar dengan erbagai saluran dan cara.

Upaya rehabilitasi terumbu karang juga harus segera dilakukan, seperti penanaman dterumbu karang. Cara ini sudah berhasil dilakukan masyarakt Singaraja Bali, yang merehabilitasi terumbu karang yang menjadikan kawasan itu sebagai produsen ikan hias ke seluruh dunia.

Keikutsertaan seluruh komponen masyarakat tentu akan mengembalikan kecantikan kawasan mandeh, baik pantai maupun taman lautnya, sehingga mampu bersaing dengan destinasi bahari lainnya di Indonesia dan dunia.

Disamping sebagai kawasan wisata, kawasan mandeh juga memiliki potensi untuk lokasi peternakan ikan hias laut, karena airnya yang jernih dan tenang serta kaya akan makanan menyebabkan ikan dapat berkembang dengan baik. Tinggal bagaimana mengajak masyarakat lokal disekitar kawasan ini untuk menyadari bahwa alam yang mereka miliki adalah surga yang harus dijaga bersama dan dengan upaya bersama.


Thursday, December 6, 2007

MENGHADAPI TSUNAMI, Bersahabat atau Menantang Alam???


Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah postingan di mailing list aktivis minang tentang wacana pembangunan tembok penghalang Tsunami di sepanjang Pesisir Sumatera Barat, terutama di Kota Padang yang memang sangat rawan akan Tsunami.


Ide ini mungkin mengadopsi system pengamanan yang dilakukan Jepang di beberapa kota yang rawan Tsunami di negeri matahari terbit tersebut. Penduduk tidak terlalu memusingkan bencana Tsunami yang mungkin meluluhlantakkan kota karena sudah di lindungi oleh tembok setebal 20 meter dan setinggi 20 mneter. Masuk akal juga, mengingat dengan ketebalan setinggi itu bisa mengurangi dampak destruktif dari Tsunami.

Saya juga membayangkan kalau nantinya di sepanjang Pantai Padang, Purus, parupuk, sampai ke Tiku Pariaman akan dibangun tembok tersebut tentu akan bagus juga, diatasnya dbuat jalan dan kita bisa memandang laut lepas tanpa harus takut terlibas Tsunami yang dapat datang sewaktu-waktu.

Akan tetapi masih dalam bayangan saya tersebut, ketika saya menukikkan mata ke bawah, saya jadi bertanya-tanya, bagaimana nasib nelayan tradisional yang bisanya melabuhkan perahunya di pantai tersebut. Tentu pantai-pantai yang indah yang bertebaran di sepanjang peisisir sumatera barat tidak akan sama lagi bentuknya, karena ada dinding setebal 20 meter dan setingi 20 meter yang menghalangi mat amemandang keelokan sun set di pantai-pantai tersebut.


Akhirnya saya mengulang lagi setting visi di benak saya tentang system pengamanan Tsunami di Kota PAdang yang sangat saya cintai.

Saya teringat sebuah kata-kata yang saya dapat dari seorang pelukis dan seniman Bali yang kebetulan rekan kerja saya di kantor sekaligus guru saya, untuk menaklukkan alam bukanlah dengan melawanya tapi jadikan alam itu sabahat anda, maka alam akan memberikan semua keindahan dan menfaatnya pada anda.

Membangun tembok , meninggikan tanggul, adalah langkah-langkah yang menurut saya adalah langkah melawan fitrah alam. Padahal Allah SWT telah menciptakan keselarasan maha sempurna dari alam yang ini. Apalagi Sumatera Barat yang dikaruniai bentang alam yang maha indah dan beragam. Mengapa kita tidak mengunakan dan menyelaraskan pola hidup kita dengan alam.

Beranjak dari prinsip ini, saya mencoba mereka-reka apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi bencana Tsunami yang dapat menyapu peradaban masyarkaat Kota Padang.

  1. Relokasi kota.

Langkah pertama adalah merelokasi kota dengan mengurangi kepadatan pnduduk di pinggir kota. Caranya adalah dengan memindahkan pusat aktifitas kota jauh dari pantai atau lokasi-lokasi yang rawan bencana. Hampir 80 persen aktifitas kota padang berada di pinggir pantai. Padahal daerah yang lebih aman dan luas masih banyak terdapat di kawan timur, seperti sekitar By Pass Baru, Air Pacah dan sebagainya. Pemerointah Kota mungkin dapat mendrive pemindahan pusat aktifitas warga ke daerah ini sehinga dengan sendirinya masyarakat tidak lagi kukuh untuk berada di pinggir pantai.

  1. Kembalikan fungsi alami pantai.

Pantai-pantai di pesisir barat sumatera Barat, khusunya pantai Padang dan pantai Pariaman , Painan, telah beralih fungsi menjadi pantai kota yang dijejali bangunan dan jalan-jalan. Vegetasi alami yang biasanya menhiasi bibir pantai lenyap diganti lapak-lapak dan coran semen. Sehingga, ketika ombak atau air laut pasang, tidak ada satupun benteng yang melindungi. Untuk itu, perlu dilakukan pembangunan sabutk hijau terutama di lokaso-lokasi yang padat penduduk seperti pantai Padang, Ulak Karang, parupuk dan sebagainya. Kalau perlu 500 meter dari bibir pantai dijadikan kawasan steril dari bangunan, jalur hijau, dan harus tetap hijau. Agar vegertasi alami pantai kembali tumbuh dan melinduni kota dari abrasi terjangan air laut.

Beberapa penelitian sudah membuktikan bahwa vegetasi hijau di pantai, seperti hutan bakau, kelapa, nipah bisa melindungi daratan dari abrasi dan meredam energi hempasan Tsunami. Sehingga, kalaupun terjadi Tsunami dn merendam kota, yang ada hanya air genangan yang tidak membahayakan lagi.

  1. Sadarkan masayarakat akan kondisi daerah temapat tinggal dan hidup. Tak banyak maayrakat di Kota Padang yang paham akan kondisi geologis Sumatera Barat yang berada antara Lipatan dan Patahan (cesar) yang rawan akan bencana alam.. Sehingga mereka cenderung tidak antisipatif dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek alam dalam pembangunan dan kegiatan. Saya rasa sudah saatnya masayrakat kota Padang untuk bersama-sama menyadari hal tersebut.

Pepatah Prancis mengatakan. ”BEAUTY is PAIN”, Cantik itu sakit, ternyata berlaku untuk kota Padang dan Sumatera Barat. Tinggal di kota dengan lanskap yang cantik memang butuh pengorbanan, dan paling tidak pengorbanan itu adalah dengan mengurangi keserakahan kita untuk mengeksplorasi alam dan siaga terhadap segala bencana yang mungkin menghadang dan datang tanpa diduga.

Akhirnya, apakah kita akan congkak dan menantang alam dengan membangun benteng dan dinding pemisah yang akan emisahkan kita dengan lautan yang sakti dan bertuah, atau justru kita kembalikan kearifan dan keselarasan alam yang pernah kite renggut dengan alasan ekonomi atau apapaun itu? Semua terpulang kembali kepada pilihan kita. Dan mungkin inilah salah satu isyarat prinsip ”Alam Takambang jadi Guru” yang di tuturkan turun temurun oleh Bundo Kanduang dan Mamak-mamak kita dari awal munculnya kebudayaan Minangkabau di Pariangan Padang Panjang ribuan tahun lalu.

Denpasar, 6 Desember 2007

Sunday, August 12, 2007

Mr. Bee…The Lovely Man from Lao

Inthee Chanpaseurdher, or Bee…You know, it’s difficult to remember or even just pronoun the Indo Chine Name. But, this man has unique one. I only remember three words.. BEE, quite simple, isn’t it?

From all 30 participants, Bee is not different with the others. But, in the first time I know him, I see a lot of different and special things in his eyes. Happiness and also sadness, honesty and pride, love and also hope. That’s why, this person interest me. And I try to know him deeper.

His name is Inthee Chanpaseurdher,, or I usually call him as Bee. He comes from Sayabourry, one province in the northern of Lao. He is a Politics teacher in high school, and also teach Politics in some private colleges in Sayaboury as a second job. I met Him when I was joining ASEAN Bridge of Youth 2007, in Kuta Bali. He was one of delegations from Lao PDR.

Many things I learn from Bee. Bee is a Mong, a minority ethnic whose live in the mountains in the northern Lao. It’s new for me, coz I don’t so much about Lao, except this country lies somewhere in indochine region. Bee told me that Mongs a little bit underdeveloped since they live far from city facilities. So, not too much people have good education and nutrition.

But Bee’s mother is a tuff woman. Bee’s father was died when he was 5 years. So, his mother had to work hard to grow Bee and his two younger sisters. Even his mother lives in country side, but she gave good education to Bee. She told Bee that only education can give him a better life. That is why, His mother do anything to make Bee become Bachelor in Politics in University at Vientiane. Bee is also one of rising star in Sayabourry, He is the best one. That’s why the university proposed Him to be a lecturer in University. But He refused it because he wants to taking care his mother and work as a teacher in Sayabourry.

After heard his Story, I really impressed with him. I felt that I am not anything than his sacrifice to his mother. He love his mother very much, left his better job in university, get married with a woman which he not in love for his mother. ‘But, now…I love my wife so much, because she is a very good wife ‘, Bee told me…

He always smile, looks fresh, and kind to everyone even he has big problem, especially about money. He told me that The Lao Government gave him US$ 1.000, but he only got US$ 800 because his department cut for something he didn’t understand. His headmaster also asked Bee to buy a handphone. So, Bee has to owed some money from his father in law because his money wasnot enough to pay accommodation in Bali-Indonesia. I didn’t understand how the people become so cruel to someone who represents their country.

So, I decide to give the best in his trip to Bali. And I take Bee travel around Bali. I am not sure Bee can visit Bali again, at least in these two or three years. I show him some beautiful places in Bali, such as Bedugul, Danau Beratan and also Balinese Temple. I take him to some beautiful beaches, such as Kuta, Nusa Dua and Sanur Beach. I take him to one of the best Padang Restaurant in Denpasar, show him my hometown and my culture.

During the trip, I saw Bee’s eyes looks so bright. He really enjoyed the trip. He said that he never feel as happy as now. And He thanked so much to me. I just smile, and also thanked to god that I can meet this wonderful human being. He has taught me many things about life, and love. He always smiles and looks fresh; even he only has US$ 50 in his pocket to bring him back to Vientiane.

Bee…I wish we can meet again someday even I am not sure since you have to work very hard to give better life to your mother, wife and your lovely son. But I believe we will meet someday. And I also wish you success in your career because you have so many potentials and smart. Bee,you are a great man…

(Denpasar, 12th August 2007, For my Brother..BEE)

Friday, July 6, 2007

Night Trip on Macasar


Perjalanan dari Denpasar ke Makassar hanya memakan waktu satu jam sepuluh menit dengan penerbagangan udara. Alhamdulillah, selama di perjalanan, langit sangat bersahabat. Sehingga usahaku agar bisa duduk di dekat window tidak percuma.

Dari jendela pesawat, aku melihat cantiknya gunung Rinjani dan lekuk-lekuk pantai Pulau Lombok yang tersohor. Juga aku sempat melihat kesebelah kiri, puncak Gunung agung yang dijejeri cadas kering berbatu. Sungguh tak salah kalau Orang Bali mengeramatkan Gunung ini.
Dibalik Pulau Lombok, aku masih bisa melihat jejeran pulau-pulau yang perkiraanku adalah pulau Sumbawa yang tak kalah cantiknya. Selaput kabut tipis tampak membayangi jejeran kepulauan Nusa Tenggara tersebut.

Setelah melewati Selat Karimata, dari jauh aku bis m elihat daratan Sulawesi, tepatnya di ujung Selatan Pulau Sulawesi. Tak lama, hutan beton dan pemukiman penduduk yang padat menyamut kami, itulah kota Makassar, kota Para Daeng.

Waktu itu adalah kali kedua aku menjejakkan kaki di Bumi Karebosi ini. Kali pertama pada saat dinas ke Manado, aku transit di Makassar. Tapi inilah pertama kali aku berkesempatan melanglang buana didalam kota Makassar. Sebenarnya kali ini tema kunjungan ku ke Denpasar adalah untuk kursus ..yah, dinas gitu dehh.Tapi sekalianaja kesempatan ini aku gunakan untuk melahap habis sudut-sudut kota ini.

Setelah selesai urusan dinas, aku segera menghubungi sahabat sekaligus abang ku yang kebetulan lagi pulang kampung ke Makassar. Sudah satu tahun kita tidak bertemu berhubung daeng ini harus menuntaskan program beasiswa S2nya di Aachen, Jerman.

Bersama Daeng aku menyusuri lorong-lorong kota Makassar. Mulai dari sisi terang sampai sisi gelap.

Titik pertama yang aku kunjungi adalah mal terbesar di Indonesia Bagian Timur, Mall Panakkukang. Mall ini memang besar, tapi kalau boleh jujur, dari tampilan luar sama sekali tidak menarik bagiku. Sama sekali tidak ada taman atau sesuatu yang mengenakkan mata di pelataran mall tersebut. Hanya lahan parkir luas dan gersang.

Segera beralih dari Mall, kami segera menyusuri jalanan besar di kota Makasar. Kota Makassar begitu cantik di malam hari. Melewati lapangan Karebosi, lalu melongok gedung-gedung tua peninggalan Belanda yang masih tersisa. Cukup disayangkan banyak diantara gedung tua itu yang sudah beralih fungsi. Lebih tragis lagi…beralih bentuk sehingga tidak terlihat lagi sisa kekayaan sejarahnya.

Berbeda dengan kota Denpasar yang jalanannya kecil dan berbelok-belok, jalanan kota Makassar lebih lebar dan luas. Maklum saja, karena kota ini adalah kota terbesar di Kawasan Timur Indonesia.

Kemudian kami kedaerah Tanjung Bunga yang menurut daeng sebuah prestasi bagi Makassar. Tapi bagi saya, ini bencana ekologi.

Entahlah, saya sama sekali tidak setuju dengan istilah pengurukan atau pengalih fungsian lahan hijau untuk alasan komersial semata. Tapi itulah manusia, berbeda cara pandanganya. Memang kawasan tanjung bunga ditata menjadi kawasan terpadu, hunian bisnis dan leisure. Dari sini kita melihat gemerlapnya pantai losari.

Dari Tanjung Bunga, motor Honda Supra kami arahkan kea rah Pantai Losari yang sudah saya kunjungi sebelumnya.

Yang saya sangat kagumi dari pantai ini adalah pemandangan Sun Set nya yang cantik, apalagi ketika matahari terbenam dibalik siluet pulau kecil di depannya. Airnya juga tenang serta lapangan plaza di sekitar pantai cukup luas. Sebenarnya lebih cocok kalau disebut dermaga losari, karena sama sekali tidak ada pasirnya disini. Tapi tetap tidak mengurangi kecantikan Losari.

Dari pantai Losari kami meneruskan perjalanan ke arah Pelabuhan Soekarno Hatta. Tidak ada yang special, hanya saja di sekitar pelabuhan banyak terdapat tempat makan dan disisi timur terdapat sebuah benteng Belanda yang terkenal, Port Rotterdam. Kami tak sempat singgah disana, karena hari sudah malam. Kami meneruskan menyusuri pinggiran pelabuhan, sampai di red light street nya kota Makassar. Orang makassar menyebutnya jalan Vagina Raya..hahahah!!!. Karena disini “katanya” pusat bisnis esek-esek di Kota Makassar. Tak lama disana, kami meneruskan perjalan kearah Timur, arah luar kota Makassar.

Langit kota Makassar sangat indah waktu itu. Bintang-bintang bertaburan menghiasi pekatnya malam. Kemudian Daeng mengajak saya melihat Mesjid Raya Makasar yang berarsitektur campuran Turki Byzantium dan Bugis. Cantik sekali. Dari masjid raya, aku diajak melihat Maskar Al Islamy yang terkenal itu. Subhanallah, cantik sekali diwaktu malam, apalgi ditimpa sinar bulan. Tiang-tiang tinggi bergaya Turki dan kubah Limas tampak megah berdiri. Hanya sayang, taman di sekitar Masjid megah ini tampak tidak terawat.

Dari Maskar Al Islamy aku diajak mengelilingi Kampus Universitas Hasanuddin, tempat sahabat ku Daeng Abbas ini menyelesaikan S1 elektronya. Kampusnya cukup apik dan rindang, tapi aku tidak bisa memastikan karena saat itu kami bekeliling Kampus UNHAS pada waktu malam (hihihi..syeremm juga sih)

Dari Kampus UNHAS akhirnya perjalanan di Makassar dimalam hari harus berakhir. Aku kemudiann diajak menginap di rumah keluarga Daeng Abbas. Bertemu dan kenalan dengan Nyonya dan sikecil Nayla.

Keesokan harinya, aku dan rekan kerja harus kembali bertolak ke Denpasar. Sebelum ke Bandara, kami sempat beli souvenir di Pasar Somba Opu. Aku sempat beli kacang Mete Disko, ukiran Toraja, dan sehelai kain sutra Bugis untuk Bunda tercinta di Padang.

Selamat tinggal Makassar, pasti akan kuingat selalu. Losari yang selalu berseri dengan langit jingga dikala senja.

Friday, May 4, 2007

Padang nan Selalu Terkenang

Kota Padang mungkin hanya sekedar kota persinggahan sementara untuk para penggila wisata atau rekreasi. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat akan langsung menuju Kota Bukittinggi atau berpesiar ke Kepulauan Mentawai. Hal ini dimaklumi karena hawa kota Padang yang panas mungkin tidak terlalu diminati oleh wisatawan lokal yang cenderung menyukai sejuknya hawa kota Bukittinggi .

Namun apabila anda berkunjung ke Sumatera Barat, khususnya kota Padang untuk keperluan bisnis dan tidak punya cukup waktu untuk mengunjungi kota Bukittinggi, Pagaruyung, Danau Maninjau, apalagi Mentawai, jangan khawatir. Banyak pilihan objek wisata yang bisa mewakili “rancak”nya alam Minangkabau di kota Padang.
Secara Geografis, kota Padang terletak di dataran rendah yang sempit, yang diapit oleh jajaran pegunungan Bukit Barisan dan Hamparan Samudera Hindia. Perpaduan pegunungan dan lautan biru membuat kota Padang dianugerahi pemandangan yang indah. Anda bisa memuktikan sendiri, apabila anda berdiri di pinggir pantai Padang, anda akan melihat Jajaran bukit Barisan yang diselimuti kabut.

Kota Padang dahulunya tidak sebesar sekarang. Padang dahulunya adalah sebuah “kanagarian” yang berada di muara Batang Harau, tepatnya di sekitar jembatan Siti Nurbaya sekarang. Adalah seorang Rangkayo Kaciak, yang menandatangani kesepakatan dengan Belanda sehingga Belanda bisa membangun loji dan pusat perdagangan di Muara Batang Harau. Belanda membangun pelabuhan Muara ini menjadi pusat perdagangan dan distribusi hasil-hasil bumi dari pedalaman Minangkabau yang kaya dan subur. Maraknya kegiatan perdagangan di Pelabuhan Muaro menjadikan Nagari Padang sebagai kota paling ramai di Pantai Barat Sumatera.

Namun, seiring semakin ramainya perniagaan dan dibangunnya pertambangan Batubara di Ombilin, Sawahlunto, serta pembangunan Pabrik Semen Indarung, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah Pelabuhan baru di sebelah Selatan Kota Padang, pelabuhan ini bernama pelabuhan Emma Haven, yang sekarang dikenal dengan Pelabuhan Teluk Bayur.
Sisa-sisa kejayaan kota Padang dengan Pelabuhan Muaronya masih bisa anda nikmati saat ini. Hanya beberapa menit dari pusat Kota, didaerah Muaro, anda akan menemukan jejeran bangunan-bangunan Tua yang masih dihuni oleh penduduk keturunan Tinghoa. Disini anda akan menemukan Nuansa Eropa dan Era Kolonial, apalagi ketika memasuki komplek Pasa Gadang. Saat ini Pemerintah Kota Padang telah merenovasi kawasan Muaro menjadi kawasan Wisata. Setelah dibangunnya Jembatan Siti Nurbaya tepat diatas pelabuhan Muaro yang menjadi ikon baru wisata Kota Padang.


Dari atas jembatan ini, anda akan disuguhi jejeran perahu-perahu nelayan yang disusun rapi diatas air muara sungai yang cukup bersih. Dan dari sini anda akan melihat keangkuhan Pegunungan Bukit Barisan dan Ujung lancip atap gonjong yang mendominasi gedung-gedung di Kota Padang.

Pantai padang adalah tempat Hang Out paling favorit dan murah meriah di Kota Padang. Hanya beberapa menit dari pusat kota dan dari Jembatan Siti Nurbaya, anda akan disuguhi birunya laut dan hempasan ombak di bebatuan dan pasir. Meskipun pantai berpasirnya sedikit dan kurang tepat untuk berenang apalagi bermain ombak, pantai PAdang menawarkan nuansa yang sangat romantis. Disepanjang pantai sangat mudah ditemui bangku-bangku yang disediakan untuk menikmati jagung baker, sate , atau hanya sekedar menikmati terbenamnya matahari di ufuk barat.


Waktu yang paling tepat untuk menikmati keindahan pantai Padang adalah pada waktu pagi, sore dan malam hari. Jangan coba-coba “nongkrong” di pantai Padang tengah hari, kecuali anda siap terbakar teriknya matahari.

Apabila anda ada waktu teruslah ke Pantai Air Manis, teluk Bayur dan Bungus. Sepanjang perjalanan anda akan disuguhi pemandangan alam nan sangat menakjubkan. Perpaduan yang indah antara liku-liku perbukitan dan birunya lautan samudera Hindia. Di Pantai Air Manis, sekitar 20 Menit dari Pantai Padang, anda bisa melihat situs batu Malin Kundang yang ceritanya sudah melegenda ke seantero nusantara. Pantai air manis sendiri adalah pantai berpasir yang landai. Meskipun tidak berpasir putih, tap tidaklah mengurangi pesona keelokan pantai ini.

Dari sini perjalanan diteruskan ke Daerah Bungus. Diperjalanan anda bisa melihat permainya pelabuhan teluk bayur. Pelabuhan alam ini berair tenang, berbeda sekali dengan laut Pantai Padang yang keras. Jalan menuju Bungus berbelok-belok, tapi akan diobati dengan pemandangan alam yang sangat indah yang tiada duanya, anda akan diapit oleh tebing dan jurang yang dibawahnya menanti lautan biru. Dibeberapa titik anda akan menemui kumpulan monyet yang jinak.

Pantai di daerah Bungus sangat beragam. Rata-rata berpasir putih dengan air laut yang tenang dan jernih. Disini anda bisa berenang dan bermain ombak. Penginapan dan resort mudah ditemui disini.

Salah... apabila anda mengidentikkan kota Padang dengan “panas”. Sekitar 30 menit dari pusat kota kearah timur anda akan melihat nuansa yang lebih sejuk. Didaerah Lubuk Minturun, anda akan menemukan sebuah sungai dengan air yang sangat jernih. Sungai lubuk minturun sudah dikenal oleh warga kota Padang sebagai tempat untuk Balimau (ritual mandi bersuci sebelum masuk Ramadhan). Disini anda bisa melepaskan penat dengan berendam di sejuknya air sungai nan bening, dengan kerindangan pohon di pingirnya. Sungai Lubuk Minturun agak merupakan pilihan tepat bagi anda untuk melepaskan kepenatan setelah urusan bisnis di kota Padang.
Dari Lubuk Minturun ke arah timur lagi, sekitar 30 menit, anda bisa menikmati kesejukan hawa pegunungan, Taman Hutan Raya (tahura) Bung Hatta. Berada di ketinggian 600 sampai 1000 meter dpl, Tahura ini di tumbuhi oleh tumbuhan langka dan beberapa satwa yang dilindungi.
Lebih keatas lagi, anda akan menemukan sebuah tempat istirahat yang tidak terlalu luas, biasa disebut Sitinjau Lauik (Tempat meninjau/melihat laut) atau juga disebut Padang Scenic Point. Dari sini anda bisa menikmati pemandangan kota Padang di bawah sana yang diselimuti kabut tipis, dan birunya samudera Hindia serta lekuk-lekuk garis pantai Kota Padang.
Jadi, siapa bilang semua sudut kota Padang itu panas ?

Malam hari adalah saat yang tepat untuk menikmati keindahan dan bersihnya kota Padang. Cobalah mengambil rute jalan Prof. Hamka, Jl. Jend Sudirman dan Jl. Khatib Sulaiman . Sepanjang jalan, anda bisa melihat jejeran gedung-gedung dengan keindahan yang tidak akan anda temui di tempat manapun didunia ini. Gedung-gedung ini dihiasi dengan atap Gonjong yang lancip menusuk langit. Rata-rata gedung-gedung di kawasan ini dihiasi ornament-ornamen khas Minangkabau yang indah. Dan yang membuat kagum, dikawasan Jl. Sudirman anda akan menyadari mengapa kota Padang dijuluki kota Terbersih di Indonesia.

Jalanan beraspal rapi dan bebas sampah. Sungai-sungai dan jembatan yang dilewati sepanang rute tersebut masih bersih. Bahkan salah satu sungai, Banda Bakali, sering dijadikan ajang oleh raga Kano dan Perahu Naga, padahal Sungai Banda Bakali terletak di pusat kota.

Apabila anda ingin merasakan keramaian kota, singgahlah di jalan Permindo dan Jalan Damar. Disini anda akan menemukan jejeran pertokoan. Uniknya, daerah ini selalu padat oleh kaum remaja kota Padang. Dan hanya disini lah anda akan menemukan anak-anak muda kota padang yang menjajakan hasil kreasi mereka. Yah…seperti Marliboronya Kota Padang.

Kota Padang sebenarnya lebih dikenal dengan kelezatan restoran Padang yang tersebar hampir diseluruh Indonesia. Dikota Padanglah lidah anda akan dimanja dengan berbagai sajian khas kota Padang yang Spicy, pedas dan gurih. Perpaduan bumbu dan lezatnya beras solok (beras khas ranah minang yang hanya tumbuh subur di Kab. Solok) membuat masakan padang di kota padang jauh lebih lezat ketimbang di daerah lain. Sehingga tak salah kalau anda mencoba mencicipi restoran padang di kota ini.

Disamping restoran padang, banyak penganan khas Minangkabau yang bisa anda temukan di kota Padang. Tepat di Jalan M Yamin, di pusat kota Padang, terdapat restoran yang menyajikan makanan khas sumatera barat, seperti martabak kubang, roti cane, sate pariaman, nasi goreng padang, soto padang dan lontong sayur padang, seta masih banyak sajian makanan khas Minangkabau yang akan mudah anda temukan dikota padang, tepatnya di Jalan M. Yamin. Jalan ini terletak di jantung kota Padang,sehingga mudah dijangkau dari manapun di kota padang.
Akan tetapi, apabila anda penggila dunia malam dan gemerlapnya diskotik atau pub, kota padang bukan pilihan yang tepat. Meskipun merupakan ibukota propinsi dan merupakan kota terbesar ketiga di Pulau Sumatera, namun masyarakat kota Padang adalah masyarakat yang sangat agamis sehingga pub atau diskotik tidak populer dikota ini. Namun begitu, beberapa longue dan pub atau diskotik masih bisa anda temui di hotel-hotel berbintang yang ada di kota Bingkuang ini.